Pemerintah Putuskan Belajar Tatap Muka Awal 2021, DPR: Keputusan yang Sulit

  • Bagikan
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Keputusan Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM) tidak bisa disalahkan. Karena keputusan tersebut sangat sulit bagi Pemerintah, pihak sekolah dan orang tua murid.
“Itu keputusan yang sulit. Untuk itu, kami meminta tidak saling menyalahkan siapa pun, baik sekolah, guru, anak, orang tua, DPR maupun Kemendikbud RI,” kata Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda di Gedung DPR RI, Kamis (3/12/2020).
Dikatakan Syaiful Huda, saat ini Indonesia memasuki darurat pendidikan, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga proses pendidikan tersebut tak bisa berjalan secara maksimal. Tidak hanya itu, kesulitan ekonomi memaksakan semua pihak harus saling mengontrol dan bertanggungjawab.
“Dan, ketika ada yang suspek di sekolah, maka saat itu pula sekolah harus dihentikan,” ujarnya.
Pemerintah, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sudah memberikan subsidi kuota internet untuk siswa, guru termasuk mahasiswa dan dosen sebesar Rp 37 juta peserta didik dimaksud.
Hanya saja, lanjut Syaiful Huda harus diakui subsidi itu belum memberi daya ungkit bagi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara maksimal. “Itu hanya menjangkau 50 persen dari kebutuhan,” akuinya.
“Tak semua sekolah siap PTM. Di sisi lain sudah banyak anak yang tak mau sekolah lagi, karena membantu orangtuanya bekerja. Kalau ini dibiarkan membahayakan masa depan mereka. Jadi, jangan sampai anak-anak menolak belajar dan memilih kerja,” tambahnya.
Dijelaskan Syaiful Huda, Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri yang sudah dikeluarkan tidak mewajibkan sekolah-sekolah dilakukan secara PTM. Karena itu, mesti ada izin dari Pemda, Diknas setempat, sekolah, dan orangtua.
“Kalau terbukti sekolah itu tidak siap, maka tidak wajib melakukan PTM,” tutupnya.[prs]

  • Bagikan