ICW Sayangkan Sikap Moedoko Jawab Kritik Lewat Laporan Polisi

  • Bagikan
icw
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. //Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Indonesian Corruption Watch (ICW) menyayangkan sikap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menjawab kritik dengan laporan polisi terkait polemik ‘promosi Ivermectin’ dan ekspor beras.

Meski demikian, ICW menghormati langkah Moeldoko tersebut. Semestinya, kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Moedoko sebagai pejabat publik yang memiliki wewenang, dapat memahami posisinya akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat.

“ICW sepenuhnya menghormati langkah Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat,” kata Kurnia, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/9/2021).

Dia mengatakan, pengawasan masyarakat itu, agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik.

“Kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP, dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah situasi pandemi Covid-19,” kata Kurnia.

ICW menilai jika ada pihak yang keberatan dengan kajian tersebut, mestinya tidak melaporkan ke polisi. Akan tetapi, menurutnya pihak tersebut dapat menyampaikan bantahan dan buktinya.

“Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ICW meluruskan kembali terkait dua poin yang menjadi pokok persoalan selama ini. Pertama, menurut Kurnia, KSP Moeldoko, beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin.

“Menurut kami, KSP Moeldoko terlalu jauh dalam menafsirkan kajian tersebut. Sebab, dalam siaran pers yang ICW unggah melalui website lembaga maupun penyampaian lisan Peneliti ICW, tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada KSP Moeldoko. ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata “indikasi” dan “dugaan”. Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel,” ungkap Kurnia.

Kedua, mengenai pernyataan peneliti ICW terkait dengan kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. ICW mengaku telah meminta maaf atas adanya kekeliruan dalam menyampaikan informasi secara lisan atau slip of tongue.

“Kami sudah sampaikan bahwa terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers. Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu,” katanya.

Namun ICW menegaskan permintaan maafnya tersebut bukan mengenai hasil kajian secara menyeluruh terkait polemik Ivermectin, melainkan penyampaian permintaan maaf tersebut karena adanya kekeliruan penyampaian lisan atau slip of tongue.

“Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, perlu kami tegaskan bahwa hal tersebut kami sampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin,” ungkapnya.

Lebih lanjut ICW mengaku siap menghadapi proses hukum terkait laporan Moeldoko. ICW telah menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi terlapor apabila dipanggil kepolisian.

“Atas langkah hukum pelaporan ke Bareskrim yang dilakukan oleh KSP Moeldoko, ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum. Maka dari itu, untuk selanjutnya, pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri,” ungkap Kurnia.

“ICW berharap agar pelaporan yang dilakukan KSP Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik. Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memutuskan melanjutkan proses hukum terkait tudingan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal polemik ‘promosi Ivermectin’ dan ekspor beras. Moeldoko resmi melaporkan peneliti ICW, Egi Primayogha dan Miftah, ke Bareskrim.

“Ya saya hari ini saya Moeldoko selaku warga negara yang taat hukum. Dan pada siang hari ini saya laporkan Saudara Egi dan Saudara Miftah karena telah melakukan pencemaran atas diri saya,” ujar Moeldoko di depan gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/9/2021). (ndi)

  • Bagikan