Soal Hukuman Mati Koruptor, Johan Budi: Kalau Mau Efek Jera Jangan Parsial

  • Bagikan
johan
Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Pribowo menyatakan upaya memberikan efek jera dalam rangka pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara parsial.

Hal itu disampaikan Johan merespons langkah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang mengkaji penerapan hukuman mati dalam kasus megakorupsi.

“Kalau mau menimbulkan detterent effect (efek jera) ya itu tadi, jangan parsial, jadi tidak cukup kalau hanya ada penerapan hukuman mati orang enggak akan korupsi, enggak juga, jadi harus keseluruhan,” kata Johan kepada wartawan, Sabtu (30/10).

Selanjutnya politikus PDIP menuturkan, selain dengan adanya ancaman hukuman mati, upaya memberikan efek jera juga perlu dilengkapi dengan penerapan perampasan aset serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Johan juga berpendapat bahwa aparat penegak hukum perlu menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Selanjutnya Johan juga mengatakan bahwa proses penanganan perkara korupsi harus memiliki efek jera agar dapat memulihkan kerugian negara lewat aset hasil korupsi.

“Jadi law enforcement yang benar kemudian upaya untuk mengembalikan kerugian negara sebesar-besarnya dengan cara menyita hartanya pelaku megakorupsi itu. Selama ini sudah dilakukan belum?” kata Johan.

Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu melanjutkan, pemberian efek jera juga harus disertai dengan penegakan yang tanpa pandang bulu sehingga tidak ada orang yang merasa aman dari hukum.

“Siapapun yang salah ya harus dihukum sehingga bisa menimbulkan detterent effect tadi, efek jera tadi, orang menjadi takut. Bukan karena dia temannya si X, si Y, kemudian dihukumnya rendah misalnya,” kata dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan, Burhanuddin tengah mengkaji penerapan hukuman mati dalam penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi.

Penerapan hukuman mati itu merujuk pada perkara-perkara korupsi besar yang ditangani Kejagung, seperti perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabari yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar.

“Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud. Tentu penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia (HAM),” kata Leonard, Kamis 28 Oktober 2021.[prs]

  • Bagikan