KPAI: Indonesia Berkewajiban Memenuhi Hak Anak Pengungsi untuk Mendapatkan Pendidikan
Realitarakyat.com – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan/Satuan Tugas Pengungsi Luar Negeri Indonesia Retno Listyarti mengatakan Indonesia berkewajiban memenuhi hak pendidikan bagi pengungsi anak di Tanah Air.
“Hak anak atas pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dapat kita lihat menggunakan instrumen hukum yang ada baik secara internasional maupun nasional,” kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Selasa (26/10).
Retno menyampaikan hal itu dalam seminar virtual (webinar) bertajuk Manajemen Penanganan Pengungsi Anak di Indonesia.
Webinar tersebut merupakan kolaborasi enam lembaga, yaitu BRIN, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yayasan Jesuit Refugee Service, International Organization for Migration Indonesia, dan United Nations High Commissioner for Refugees.
Retno menuturkan dengan meratifikasi The United Nations Convention on The Rights of Child 1989 atau Konvensi Hak Anak, Indonesia berkewajiban memenuhi hak-hak anak yang diakui konvensi tersebut yang secara umum memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap anak.
Hal itu dilakukan agar anak dapat merasakan seluruh hak-haknya termasuk hak pendidikan sehingga anak terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian.
Retno mengatakan dari hasil pengawasan KPAI, pelibatan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai lembaga kepanjangan tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di daerah perlu ditingkatkan untuk mendorong pendidikan bagi pengungsi anak.
Ia menuturkan sebagian besar pengungsi anak dari luar negeri yang usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) sudah mendapatkan hak atas pendidikan dengan mengakses SD negeri maupun swasta.
“Namun, untuk jenjang SMA/SMK masih sangat minim, itupun hanya di sekolah swasta,” ujar Retno.
Sementara, perwakilan dari Direktorat Kerjasama Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI Oky Derajat Rizky mengatakan pihaknya setuju dengan pemberian kesempatan pengungsi anak sekolah untuk mengikuti pendidikan sesuai dengan jenjang masing-masing.
Namun, ia menuturkan terdapat beberapa kendala dalam pemberian hak pendidikan pada pengungsi anak, di antaranya adalah keinginan pengungsi anak untuk belajar dan kendala bahasa.
Menurut dia, terkadang anak-anak tidak memiliki keinginan untuk belajar dan juga tidak didorong oleh orang tua mereka.
“Kendala juga terdapat pada bahasa pengantar belajar-mengajar, baik dari pengungsi anak, maupun kurangnya guru yang dapat memberikan pelajaran dalam bahasa Inggris,” kata Oky.
Perwakilan Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan pengungsi anak berhak mendapatkan seluruh hak yang terdapat di UNCRC, kecuali hak pilih.
Ia merekomendasikan agar negara penampung memiliki kebijakan untuk mencegah penahanan pengungsi anak, memastikan akses pendidikan hingga tingkat lanjut bagi pengungsi anak agar dapat hidup mandiri, dan melakukan kegiatan kemanusiaan sebagai implementasi dari Konvensi Hak Anak.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Elvi Hendrani menuturkan pengungsi anak termasuk dalam kategori anak dalam situasi darurat. Oleh karenanya, penting dilakukan upaya perlindungan dasar bagi pengungsi anak oleh negara.
Penanganan pengungsi anak dalam negeri dijalankan dalam tiga fase, yakni fase kedatangan, fase penampungan, dan fase pra keberangkatan. Menurut Elvi, fase tersebut sangat rentan pelanggaran hak dan perlakuan salah pada pengungsi anak.
Upaya dalam perlindungan khusus untuk anak dalam situasi darurat tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 Pasal 6.
Isi pasal tersebut di antaranya adalah pendataan dan pemetaan kebutuhan dasar dan spesifik dari anak dalam situasi darurat dan pemberian bantuan hukum, pendampingan, rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial anak dalam situasi darurat.
“Pendataan yang benar akan membuka pintu pemerintah Indonesia dalam menyediakan hak-hak dan kebutuhan pengungsi anak dengan baik, termasuk pendidikan dan kesehatan,” ujar Elvi.