Kasus LPD Ped, Kejari Klungkung Sita Rp. 457 Juta

  • Bagikan
Kasus LPD Ped, Kejari Klungkung Sita Rp. 457 Juta
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Kasus dugaan korupsi  LPD Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung senilai Rp. 5 miliar, Kejaksaan Negeri (Kajari) Klungkung, menyita Rp. 457. 358.000.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Klungkung, Shirley Manutede, S. H, M. H kepada wartawan, Jumatn(05/11/2021) mengatakan tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejari Klungkung, menyita uang senilai Rp. 457. 358. 000.

Dijelaskan mantan Kajari Kabupaten Kupang ini, penyitaan itu dilakukan tim penyidik Tipidsus Kejari Klungkung dari tangan pegawai Kantor LPD Ped, Kecamatan Nusa Panida, Kabupaten Klungkung.

“Iya benar. Hari ini, tim penyidik Tipidsus Kejari Kabupaten Klungkung menyita uang senilai Rp. 457. 358. 000 dari tangan pegawai Kantor LPD Ped,” kata Shirley.

Menurut Shirley, uang senilai Rp. 457. 358. 000 yang berhasil disita ini, merupakan upaya dari Kejari Kabupaten Klungkung guna penyelamatan kerugian keuangan negara.

Ditambahkan Mantan KTU Kejati NTT ini, terkait dengan hasil perhitungan kerugian keuangan negara, tim penyidik Tipidsus Kejari Kabupaten Klungkung masih menunggu perhitungan dari ahli.

“Soal kerugian negara dalam kasus LPD Ped senilai Rp. 5 miliar ini, penyidik masih menunggu hasil perhitungan dari ahli,” terang Shirley.

Diilanjutkan Shirley Manutede, S. H, M. H bahwa tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejari Kabupaten Klungkung telah menetapkan dua (2) orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Rp. 5 miliar ini.

Disebutkan mantan Kajari Kabupaten Kupang ini, dua (2) orang tersangka yang ditetapkan oleh tim penyidik Tipidsus Kejari Kabupaten Klungkung diantaranya IMS selaku ketua LPD dan IGS salah satu pengurus LPD pada bagian kredit.

Dalam kasus itu, jelas Shirley, terdapat bentuk penyimpangan pada pemberian dana pensiun pegawai. Dimana, dana tersebut seharusnya diberikan kepada pegawai yang memasuki massa purna tugas namun pada kenyataannya diberikan kepada pegawai sebelum massa purna tugas setiap bulannya.

“Ada pemberian komisi juga bagi pegawai yang mana pemberian komisi itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambah Shirley terkait bentuk penyimpangan lainnya.

Ditambahkan Shirley, penyimpangan lainnya dalam kasus itu yakni pemberian tunjangan kesehatan yang menyalahi aturan mengenai biaya tirtayarta dan biaya outbond termasuk biaya promosi yang dibagi – bagi  bahkan terdapat pemberian kredit bagi pegawai LPD Ped dan keluarganya dengan bunga dibawah standar.

“Dalam kasua ini juga, penyidik temukan kredit macet sebesar Rp. 2, 5 miliar. Pemberian kredit topengan yang artinya yang mengajukan kredit orang lain tapi yang menikmatinya orang lain,” tambah mantan KTU Kejati NTT ini.

Menurut Shirley, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2021.
Dan, pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2021.(rey)

  • Bagikan