Realitarakyat.com – Korban pelecehan dan perundungan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat disebutkan mendapat surat penertiban karena tak absen saat berstatus dinonaktifkan.
Kuasa Hukum korban, Muhammad Mualimin menyebut setelah mendapat surat itu kini kondisi kliennya kembali memburuk selama dua hari terakhir.
Mualimin mengatakan MS bahkan sampai harus berobat ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS PELNI pada Senin (1/11).
“Adapun salah satu faktor yang membikin badan MS down karena menerima Surat Panggilan Penertiban Administrasi dari Sekretariat agar hadir hari ini di KPI,” kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/11).
Mualimin mengatakan, surat penertiban itu dikeluarkan karena kliennya tidak melakukan absensi selama dinonaktifkan atau dibebastugaskan.
“Selama dinonaktifkan (dibebastugaskan), rupanya tetap diwajibkan absen ‘MASUK’ (pagi) dan ‘KELUAR’ (sore) secara online. Dan ada beberapa tugas yang MS kerjakan via daring dari KPI,” kata Mualimin.
Selanjutnya, sambung dia, ada satu hari di mana kliennya tidak absen karena trauma dan kecemasan yang sedang kumat.
“Lagi istirahat, namun KPI langsung mengiriminya surat pemanggilan dengan alasan ‘Penertiban’ pegawai,” kata dia.
Meski begitu, Mualimin tidak bisa memastikan apakah surat penertiban itu merupakan pemecatan dari KPI.
“Kita belum tahu, tapi bahasa di surat panggilannya sih Penerapan Disiplin Kerja,” tambahnya.
Untuk pemanggilan surat penertiban yang harus dipenuhi hari ini, Mualimin mengatakan korban memutuskan tidak hadir di KPI karena berobat ke RS Pelni.
Sampai saat ini, kata Mualimin, kondisi kesehatan kliennya adalah asam lambung masih naik, nyeri di ulu hati, stres, gangguan pencernaan, dan tensi darah naik.
Diketahui, korban mengalami pelecehan dan perundungan oleh rekan-rekannya sesama pegawai KPI sejak 2012. Dalam perjalanannya korban sempat melapor ke kepolisian sektor setempat, namun ditolak dan diarahkan untuk mengadu ke internal institusi. Dua kali laporan ditolak, akhirnya pengusutan kasus dugaan pelecehan dan perundungan pegawai KPI itu diambil alih Polres Jakarta Pusat setelah perkaranya menjadi viral.
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris KPI Pusat Umri mengakui pihaknya telah memberikan surat penertiban kepada korban. Ia menyebut surat itu dikeluarkan lantaran kasus dugaan pelecehan dan perundungan yang dialami korban tak kunjung selesai.
Pasalnya, kata Umri, selama proses penyelesaian kasus itu, status korban memang dinonaktifkan. Selama itu, korban yang tak bekerja tetap mendapatkan gaji.
Menurut pihaknya situasi itu tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab, uang yang diberikan itu berasal dari negara. Apalagi, kata dia, MS sudah nonaktif selama 2 bulan.
“Kita nonaktifkan statusnya kemudian posisi nonaktif itu kita bayar full. Karena sudah 2 bulan kita gaji tapi posisi tidak [kerja] ini. kan enggak mungkin sepanjang apapun dia tidak bekerja tapi kita bayar,” jelas dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/11).
Umri menyebut pemberian surat itu bukan lah untuk memecat MS. Ia berkata, surat itu dimaksudkan agar MS bisa kembali aktif bekerja meski penyelesaian kasusnya belum selesai.
“Masa covid ini kan bisa WFH. Tidak ada pemecatan itu,” ujarnya.[prs]