Realitarakyat.com – Target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang dipatok 5,2-5,5 persen dinilai masih rasional untuk terus dikejar realisasinya. Berkaca pada capaian ekonomi 2021, target pertumbuhan itu harus dijadikan pemantik semangat menyongsong 2022.
Pandangan ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam refleksi akhir tahun 2021 dan menyongsong tahun 2022.
Dalam siaran persnya, Selasa (28/12/2022), ia melihat, capaian ekonomi 2021 diharapkan menjadi modal positif untuk menyongsong 2022.
“Ada beberapa faktor pendukung yang bisa dioptimalkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2022,” sebutnya.
Hergun, sapaan akrabnya, berpendapat, capaian ekonomi 2021 meskipun belum maksimal namun sudah tumbuh positif dibanding pada 2020 yang tumbuh minus 2,07 persen.
Capaian 2021 itu bisa menjadi pijakan untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2022. Data BPS menyebutkan, pada kuartal III-2021, kinerja lapangan usaha utama seperti industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan sudah tumbuh positif.
Sementara lapangan usaha mobilitas seperti penyediaan akomodasi dan makan-minum serta transportasi dan pergudangan masih mengalami kontraksi. Sektor ini perlu diberi stimulus lagi.
“Sedangkan dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 1,03 persen (yoy), investasi tumbuh melambat 3,74 persen (yoy), dan konsumsi pemerintah tumbuh 0,66 persen (yoy). Ini perlu direspon dengan kebijakan yang tepat dan akomodatif,” harap pria asal Sukabumi, Jawa Barat ini.
Faktor kedua yang bisa mendukung target pertumbuhan 2022 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru saja disahkan. Dengan UU HPP ini, sambung Anggota Baleg DPR itu, diharapkan penerimaan perpajakan meningkat dan mengurangi defisit APBN.
“Dengan berkurangnya defisit APBN maka beban fiskal semakin ringan serta kinerja pembangunan dapat lebih ditingkatkan,” tutur Hergun, penuh harap.
Dijelaskan Hergun, UU HPP ini mengatur pajak karbon, pengungkapan sukarela, serta fleksibilitas tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Dengan begitu, diharapkan ada penambahan penerimaan perpajakan sebesar Rp150 triliun. Artinya, total penerimaan APBN akan menjadi Rp2.000 triliun. Ia menambahkan, sekadar informasi, pada 2022 defisit APBN telah ditetapkan 4,85 persen terhadap PDB. Sementara penerimaan APBN ditetapkan Rp1.846,1 triliun.
Faktor ketiga yang mendukung target pertumbuhan, lanjut Hergun, adalah UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Melalui UU HKPD diharapkan akan terwujud pemerataan dan penguatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
“UU HKPD mengusung empat pilar yakni penurunan ketimpangan vertikal dan horisontal, peningkatan kualitas belanja daerah, penguatan local taxing power, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah,” paparnya. Dan faktor keempat, masih kata Hergun, berbagai indikator lainnya ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan.
Sebut saja, pertumbuhan ekonomi global yang lebih seimbang, kenaikan perdagangan dunia dan harga komoditas, peningkatan mobilitas masyarakat di berbagai daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan keyakinan konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur. Semuanya diperkirakan akan terus berlanjut pada 2022.[prs]