Ingin Persidangan Berjalan Cepat, Jadi Alasan Angin Prayitno Tak Ajukan Eksepsi

  • Bagikan
Ingin Persidangan Berjalan Cepat, Jadi Alasan Angin Prayitno Tak Ajukan Eksepsi
Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji. //NET
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Angin tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

“Pada prinsipnya kita menghormati dakwaan dari tim JPU. Namun, setelah kami berkoordinasi dengan Terdakwa, Terdakwa tidak akan menggunakan hak untuk mengajukan eksepsi. Nah, kita akan masuk pada tahap pembuktian, yaitu pemeriksaan saksi,” kata kuasa hukum Angin Prayitno, David Fernando, kepada wartawan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/1/2023).

David membeberkan alasan kliennya tidak mengajukan eksepsi. Dia mengatakan kliennya ingin proses persidangan berjalan cepat.

“Kita memang pengin prosesnya cepat saja, karena memang kalau eksepsi kan cuma berkaitan dengan kewenangan mengadili, jadi kita juga, kan diprosesnya itu, pengin fakta ini kan yang kita butuhkan adalah kebenaran materiil dari fakta persidangan,” ujarnya.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar pada Rabu pekan depan. Selain itu, Angin Prayitno meminta agar tidak ditempatkan di Lapas Salemba, Jakarta Pusat.

“Karena usia kami 61 tahun dan kami punya ada darah tinggi serta vertigo yang sewaktu-waktu bisa kumat, kemudian saya juga sensitif atas asap rokok. Bila berkenan, izin, Yang Mulia, kami ditempatkan di tempat yang lebih layak. Kalau bisa, di Cipinang, izin,” kata Angin Prayitno dalam persidangan.

Angin Prayitno dipindahkan dari Lapas Sukamiskin, Bandung, ke Lapas Salemba, Jakpus, mulai hari ini. Angin meminta dipindahkan ke Lapas Cipinang agar dapat lebih fokus menjalani persidangan.

“Apabila berkenan, Yang Mulia, kami dipindahkan ke Cipinang, demikian, Lapas Cipinang. Supaya kami lebih konsentrasi untuk menghadapi sidang ini,” ujarnya.

Ketua majelis hakim Fahzal Hendri meminta Angin Prayitno mencoba menempati Lapas Salemba lebih dulu. Dia mengatakan, jika nantinya kesehatan Angin terganggu, keluhan itu dapat disampaikan di sidang selanjutnya.

“Nanti (kalau ada keluhan berkaitan kesehatan selama di Lapas Salemba) disampaikan di sidang yang akan datang, gitu ya,” ujar hakim Fahzal Hendri.

Sebelumnya, Angin Prayitno Aji didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi dan melakukan TPPU. Angin didakwa menerima gratifikasi dari para wajib pajak senilai Rp 29,5 miliar.

“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah Rp 8.200.000.000,00, uang dolar Singapura yang nilainya setara dengan Rp 4.300.000.000,00, uang dolar Amerika Serikat yang nilainya setara Rp 5.000.000.000,00, yang khusus diterima oleh Terdakwa adalah Rp 1.912.500.000,00, dolar Singapura setara Rp 575.000.000,00, dan dolar Amerika Serikat setara Rp 1.250.000.000,00 sehingga jumlahnya Rp 3.737.500.000,00 serta penerimaan lainnya sejumlah Rp 25.767.667.100,00,” kata Jaksa Penuntut Umum, Yoga Pratomo, saat membacakan surat dakwaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Angin Prayitno didakwa menerima gratifikasi dari para wajib pajak itu selama menjalankan jabatannya di Ditjen Pajak dari tahun 2014-2019.

Para wajib pajak itu di antaranya wajib pajak Ridwan Pribadi, PT Walet Kembar Lestari (PT WKL), PT Link Net, CV Perjuangan Steel (CV PS), PT Indolampung Perkasa, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU) dan PT Esta Indonesia.

“Bahwa Terdakwa sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak dari 2014 sampai 2019 menerima gratifikasi dari para wajib pajak sejumlah Rp 29.505.167,00 sebagaimana dakwaan kesatu,” ujar Jaksa.

Angin Prayitno juga didakwa jaksa KPK melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menyembunyikan hasil gratifikasi tersebut. Jaksa menyebut total TPPU yang dilakukan Angin Prayitno mencapai Rp 44 miliar.

“Terdakwa sebagai pegawai negeri sipil pada Direktorat Jenderal Pajak, dari 2014 sampai 2019 menerima gratifikasi dari para wajib pajak sejumlah Rp 29.505.167.100,00, sebagaimana dakwaan kesatu dan dari wajib pajak PT Gunung Madu, PT Jhonlin Baratama dan PT Bank Pan Indonesia (Bank Panin) sejumlah Rp 14.628.315.000,00 sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 68/Pid.Sus.TPK/2021/PN.JKT.PST, Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 9/Pid.Sus-TPK/2022/PT.DKI dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 6722 K/Pid.Sus/2022,” ujarnya. (ndi)

  • Bagikan