Moeldoko Klaim Tak Setuju dengan Stigma Petani Itu Miskin

  • Bagikan
Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. //NET
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan dirinya tidak setuju dengan stigma petani yang dianggap melekat dengan kemiskinan.

“Saya tidak suka dengan stigma petani itu miskin. Kita jangan terjebak dengan pandangan negatif seperti itu. Petani Indonesia bisa kaya, bisa sejahtera,” kata Moeldoko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (2/2).

Moeldoko mengatakan hal itu saat menghadiri panen raya di Desa Balongsari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis. Dia menyadari kurangnya minat anak muda untuk terjun ke sektor pertanian karena dianggap tidak menguntungkan secara finansial.

Menurutnya, dunia pertanian itu luas sehingga menjadi petani bukan hanya tentang terjun ke medan berlumpur.

“Anak-anak muda yang melek teknologi bisa memainkan peran di bidang digital untuk memajukan pertanian Indonesia,” tambah Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu.

Dia menegaskan Pemerintah terus memprioritaskan bantuan subsidi untuk petani, yang salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian dengan jumlah mencapai Rp 70 triliun. Namun, tambahnya, penyaluran KUR di daerah-daerah belum maksimal karena banyak petani tidak paham akan hal itu.

“Jadi, kalau ada saudara-saudara petani kita yang belum dapat KUR, mohon diajari bagaimana caranya untuk mengakses bantuan dari Pemerintah ini,” kata Moeldoko kepada jajaran perangkat desa dan penyuluh pertanian.

Dalam acara panen raya tersebut, Moeldoko juga berdialog dengan masyarakat Desa Balongsari untuk menampung aspirasi dan keluhan para petani. Beberapa keluhan masyarakat adalah terkait ketersediaan pupuk bersubsidi, bantuan infrastruktur jalur irigasi, dan masalah regenerasi petani.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu lumbung pangan nasional yang memproduksi sekitar 500 ribu ton beras setiap tahun. Oleh karena itu, pertanian di Karawang menjadi perhatian Kantor Staf Kepresidenan.

Dalam kesempatan itu, sebanyak 70 alat penyemprot untuk padi pun diberikan ke Desa Balongsari untuk mendukung produktivitas para petani setempat.

“Setelah dihantam COVID-19, dunia dihadapkan pada situasi sulit akibat perang. Semua bahan pangan jadi mahal, termasuk pupuk. Maka, harus mulai dibangun kesadaran bagi petani untuk beralih ke pupuk organik. Harga gabah kering dan beras saat ini sedang tinggi. Nah, gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Tanam padi harus dioptimalkan, benih jangan salah pilih, jadwal pemberian pupuk jangan sampai kelewatan, hasilnya nanti pasti akan baik,” ujar Moeldoko.[prs]

  • Bagikan