Pertama dalam 8 Tahun, Spanyol dan Maroko Gelar KTT Bilateral

  • Bagikan
Pertama dalam 8 Tahun, Spanyol dan Maroko Gelar KTT Bilateral
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez. //NET
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Spanyol dan Maroko menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) bilateral pertama dalam delapan tahun terakhir pada Kamis (2/2/2023) guna memperkuat hubungan perekonomian dan membangun perdamaian diplomatik yang tercapai tahun lalu setelah perseteruan mengenai migrasi dan kewilayahan.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez dan 12 anggota kabinetnya bertemu dengan mitra mereka di Rabat untuk menandatangani sebanyak 20 kesepakatan guna meningkatkan perdagangan dan investasi, termasuk komitmen pinjaman hingga 800 juta euro (sekitar Rp13,1 triliun), serta mempererat jalinan kedua negara di sejumlah bidang di luar migrasi.

Perdagangan bilateral meningkat menjadi 17 miliar euro (sekitar Rp278,42 triliun) pada 2022, menjadikan Spanyol sebagai mitra dagang terbesar Maroko.

Madrid berupaya memperbaiki hubungan yang sensitif dengan Rabat yang kerap menimbulkan krisis diplomatik, terbaru adalah mengenai masuknya 8.000 migran ke enklave Spanyol di Afrika utara yaitu Ceuta, pada 2021 setelah Maroko melonggarkan pengawasan perbatasan.

Peristiwa itu dinilai sebagai respons terhadap keputusan Madrid yang mengizinkan Brahim Ghali, pemimpin kelompok pemberontak Front Polisario yang ingin mendirikan negara independen di Sahara Barat, untuk memasuki Spanyol guna memperoleh perawatan medis, tanpa memberitahu Rabat.

Sanchez mengembalikan hubungan baik dengan Rabat pada Maret 2022 setelah mendukung proposal Maroko untuk menciptakan daerah otonomi, membalikkan kebijakan Spanyol selama empat dekade terakhir terkait Sahara Barat.

Kebijakan itu membuat gusar Aljazair, sekutu Front Polisario, yang membekukan perjanjian persahabatan 20 tahun dengan Spanyol dan memperingatkan ancaman terputusnya aliran gas alam bahkan saat Aljazair mempererat kerja sama gas dengan Italia.

Perseteruan tersebut menekankan ketergantungan Spanyol kepada Maroko dalam mengontrol migran dari Maroko dan Afrika sub-Sahara, yang ingin mencapai perbatasan Uni Eropa paling selatan itu.

Maroko pada Juni lalu memperlihatkan secara nyata peran penting terkait migrasi ketika penegak hukumnya memberangus upaya untuk melintasi perbatasan secara massal menuju Melilla, enklave Spanyol lainnya di Afrika utara, mengakibatkan setidaknya 23 jiwa tewas dan banyak orang terluka.

Saat ombudsman Spanyol tetap melakukan penyelidikan terhadap insiden itu, Madrid menyatakan penurunan jumlah migran, baik melalui daerah kepulauan milik Spanyol, maupun via rute Mediterania Barat, khususnya saat kedatangan migran ke Eropa melalui rute Mediterania lainnya mengalami peningkatan.

Jumlah kedatangan ilegal ke Kepulauan Canaria turun 30 persen pada 2022 dibanding tahun sebelumnya, menurut Kementerian Dalam Negeri.

Sejumlah pengamat mengatakan penurunan jumlah migrasi itu kemungkinan hanya sementara, serta Spanyol masih tergantung kepada Maroko.

“Maroko dapat mengatur dan menggunakan migrasi sebagai cara mengirim pesan kepada tetangganya di utara dan bahkan untuk memperoleh konsesi,” kata Haizam Amirah-Fernandez, analis senior di Elcano Royal Institute, wadah pemikir di Madrid.

Guna menjaga tingkat penurunan yang berkelanjutan dalam migrasi, Spanyol perlu kerja sama lebih besar dengan Maroko untuk memulangkan migran ilegal Maroko, kata Blanca Garces, peneliti senior bidang migrasi di Barcelona Centre for International Affairs.

Spanyol mengeluarkan hanya 5,5 persen dari 28.349 permintaan untuk ekstradisi pada 2021, kata ombudsman Spanyol. Jumlah pemulangan paksa sebanyak 1.569 pada 2021, anjlok sebesar 69 persen dibanding 2016. (rtr/ant/ndi)

  • Bagikan