Bamsoet Paparkan Cara Penyusunan PPHN Tanpa Amandemen

Realitarakyat.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memaparkan beberapa cara penyusunan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tanpa melalui proses amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945.
“Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dan telah saya jelaskan dalam buku, PPHN tanpa amandemen,” katanya di Jakarta, Rabu (29/3).
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan tema ”PPHN Tanpa Amandemen” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dia menjelaskan metode itu melalui Revisi UU No 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kata dia, dengan menghapus Penjelasan Pasal 7 ayat (1) atau judicial review Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah 2 dengan UU No.15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Sehingga TAP MPR dalam hirarki perundang-undangan hidup kembali dan tidak terbatas pada TAP-TAP MPR yang sudah ada, sebagaimana disebutkan
dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) yaitu TAP MPR dan TAP MPRS yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR No I/MPR/2002 tentang Peninjauan terhadap materi dan status hukum TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Selanjutnya, metode dengan mengubah atau revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019. Kata dia, dengan memasukkan penambahan substansi kewenangan MPR dalam menyusun dan menetapkan PPHN.
“Saat ini Pimpinan MPR telah menugaskan Badan Pengkajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan untuk mempersiapkan draft RUU tentang MPR (terpisah dengan DPR dan DPD), mengingat ketentuan Pasal 2 ayat 1, Pasal 19, dan 3 Pasal 22C dalam UUD NRI Tahun 1945, mengamanatkan bahwa keberadaan lembaga MPR, DPR dan DPD adalah diatur dengan Undang-Undang. Frase “diatur dengan Undang-Undang” –bukan “diatur dalam”– menekankan bahwa pengaturan mengenai MPR, DPR, dan DPD memerlukan adanya undang- undang tersendiri,” jelasnya.
Metode selanjutnya dengan menetapkan dalam sebuah Undang-Undang, menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kemudian, MPR menetapkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan lembaga tinggi negara, untuk menghasilkan konsesus nasional yang berbasis pada
kewenangan masing-masing lembaga tinggi negara.
Dia menjelaskan konvensi ketatanegaraan delapan lembaga tinggi negara yakni presiden, Majelis Perwakilan Rakyat (MPT), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).[prs]