Di Komisi III DPR Menkeu Beberkan Skandal Ekspor Emas Batangan Rp189 Triliun di Bea Cukai

  • Bagikan
Di Komisi III DPR Menkeu Beberkan Skandal Ekspor Emas Batangan Rp189 Triliun di Bea Cukai
/net/tangkapan layar
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kasus dugaan pelanggaran kepabeanan ekspor emas batangan dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mencapai Rp189 triliun di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Menurutnya, kasus itu bermula dari 65 surat yang dikirim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari 65 surat tersebut, ada satu surat bernomor SR-205 yang berisi transaksi debit kredit operasional perusahaan atau korporasi dengan transaksi Rp189 triliun terkait dengan tugas dan fungsi Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak.

DJBC Soekarno-Hatta melalui pengawasan lapangan dan analisa intelejen lantas melakukan penangkapan dan penindakan atas ekspor emas oleh PT X pada 21 Januari 2016. Kemudian dilanjutkan proses penyidikan dan sudah sampai pengadilan.

“Mulai dari pengadilan negeri (tahun) 2017 sampai keputusan Mahkamah Agung,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (11/4/2023).

Adapun hasil putusan akhirnya, hakim membebaskan pelaku perseorangan dari segala tuntutan hukum untuk pelaku perseorangan. Sementara untuk pelaku korporasi, hakim menyatakan pelaku terbukti bersalah dan dijatuhi pidana denda Rp500 juta.

Setelah proses penangkapan dan peradilan tersebut, DJBC dengan PPATK melakukan pendalaman (case-building) atas perusahaan-perusahaan terkait yang berafiliasi dan melakukan pengetatan dan pengawasan impor emas melalui jalur merah.

“Artinya, kalau jalur merah secara fisik dibuka dan dilihat untuk memastikan barangnya sama dengan dokumen impor barang,” ujar Sri Mulyani.

PPATK kemudian menyampaikan informasi lanjutan kasus emas yang ditangani pada 2017 hingga 2019 itu kepada DJBC pada Mei 2020 atas beberapa entitas wajib pajak (WP) badan dan WP orang pribadi.

Pada Juni-Agustus 2020, DJBC melakukan analisa entitas WP badan yang terkait kepabeanan. Hasilnya, total dari pemberitahuan impor barang (PIB) dan pemberitahuan ekspor barang (PEB) mencapai Rp18 triliun.

Lalu pada Agustus 2020, diadakan paparan atas hasil analisa DJBC ke PPATK. Kemudian disimpulkan perlu pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran kepabeanan.

“Sekarang dilakukan pendalaman melibatkan aspek pajaknya. Maka DJP (Direktorat Jenderal Pajak) kemudian terlibat,” ujar Menkeu.

Pada Oktober 2020, DJBC bersama DJP dan PPATK melangsungkan entry level meeting joint analysis tripartit mengenai kasus emas. Bentuk kerja sama itu dalam rangka pertukaran data intelijen.

Kemudian, dengan mempertimbangkan hasil penyelidikan dan proses pengadilan dan masih perlunya pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran kepabeanan, maka selanjutnya dilakukan optimalisasi tindak lanjut dari sisi pajak.

PPATK lantas menyampaikan surat ke DJP yang berisi analisa dari berbagai perusahaan yang terkait SR-205 tadi. Oleh DJP, surat PPATK ditindaklanjuti. Ani menyebut pihaknya mendapatkan penerimaan pajak Rp20,51 miliar.

“Kesimpulannya untuk surat SR-205 menyangkut Rp187 triliun, kami akan terus melakukan koordinasi lanjutan untuk melakukan pendalaman,” katanya. (ndi)

  • Bagikan