LaNyalla Ajak Kader PP se-Jatim Kawal Inpres Soal Rehabilitasi ke Keluarga PKI

  • Bagikan
LaNyalla Ajak Kader PP se-Jatim Kawal Inpres Soal Rehabilitasi ke Keluarga PKI
Ketua DPD LaNyalla Mattalitti/Dok.DPD
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak kader Pemuda Pancasila (PP) Se-Jawa Timur mengawal Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

“Karena memang isi dari Inpres ini berdampak kepada kenegaraan Indonesia. Salah satunya adalah rehabilitasi kepada pegiat dan pendukung serta keluarga PKI,” ujar LaNyalla saat Sosialisasi Dapil (Sosdap) tentang Empat Pilar Kebangsaan di hadapan ratusan kader Pemuda Pancasila di Kantor MPW Pemuda Pancasila Jatim di Surabaya, Minggu (16/4).

Menurut LaNyalla, salah satu hal yang menjadi titik tekan pada Inpres tersebut adalah rehabilitasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang jelas-jelas mengoyak empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

LaNyalla mengatakan Inpres tersebut memiliki konsekuensi kenegaraan yang sangat besar.

“Karena memang isi dari Inpres ini berdampak kepada kenegaraan Indonesia. Salah satunya adalah rehabilitasi kepada pegiat dan pendukung serta keluarga PKI,” ujar LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, yang pertama perlu dicermati adalah Inpres tersebut memerintahkan kepada 19 institusi negara, yang terdiri dari Kementerian, Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri untuk melaksanakan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP-HAM).

TPP-HAM merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

“Apakah kita harus mengakui bahwa PKI itu adalah korban sehingga Presiden harus mendeklarasikan pengakuan dan penyesalan? Lalu bagaimana dengan para jenderal yang mereka bunuh, rakyat sipil, ulama dan santri yang juga terbunuh?” kata LaNyalla.

Tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu memaparkan, apa yang diperjuangkan PKI pada tahun 1965-1966 itu adalah menawarkan ideologi komunisme sebagai pengganti Pancasila yang sudah disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.

“Bahkan, saya pribadi menilai bahwa kita masih harus memperjuangkan agar Pancasila dapat kembali menjadi norma hukum tertinggi dalam Konstitusi kita, yang telah mengalami perubahan di tahun 1999 hingga 2002 silam,” kata dia.

Menurut LaNyalla, Inpres tersebut secara tak langsung mendorong pemerintah akan meminta maaf kepada korban pelanggaran HAM. “Maksudnya siapa, PKI? Kami (DPD RI) akan panggil siapa yang nyusun Inpres ini. Kita tak boleh takut bicara kebenaran. Apalagi Pemuda Pancasila. Kalau masih takut, lepas baju kalian,” ucap LaNyalla.

LaNyalla meminta kepada kader Pemuda Pancasila, baik di Jawa Timur maupun di seluruh Indonesia untuk merapatkan barisan, menjaga dan mengawal konsensus kebangsaan kita yakni empat pilar kebangsaan.

“Kita harus pertahankan UUD 1945. Kita harus kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Kita harus rapatkan barisan. Jangan ragu untuk berjuang demi bangsa dan negara,” kata LaNyalla.

Seperti diketahui, Inpres Nomor 2 Tahun 2023 didahului dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu, atau disingkat Tim PP-HAM.

Sejak lahirnya Keppres Tahun 2022 tersebut, lanjut dia, terjadi polemik di masyarakat. Mengingat salah satu rekomendasi dari Komnas HAM yang harus diselesaikan adalah peristiwa tahun 1965-1966, dimana semua tahu bahwa pada saat itu terjadi upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap negara ini.

Kemudian, TNI Angkatan Darat mengambil langkah untuk melakukan operasi pemulihan keadaan melalui penangkapan tokoh-tokoh utama PKI yang diduga terlibat. Lalu diikuti terjadinya situasi konflik horizontal di kalangan sipil, antara pengikut dan pendukung PKI dengan Non-PKI. Konflik horizontal sipil tersebut dipicu oleh rangkaian sejarah panjang aksi-aksi kelompok komunis di Indonesia yang terjadi jauh sebelum tahun 1965.

Dengan demikian bangsa ini masih belum dapat menerima secara hitam putih bahwa dalam Peristiwa 1965-1966, seperti dinyatakan Komnas HAM bahwa posisi korban adalah mereka yang terlibat atau pengikut PKI. Atau dengan kata lain, pegiat PKI dan keluarga pegiat PKI adalah korban pelanggaran HAM berat.

Pada acara yang dirangkai dengan Buka Puasa Bersama dan Santunan Anak Yatim MPW Pemuda Pancasila Provinsi Jawa Timur hadir di antaranya Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan sejumlah petinggi jajaran pengurus DPW Pemuda Pancasila Jawa Timur, beserta pengurus Pemuda Pancasila Se-Jawa Timur.[prs]

  • Bagikan