Realitarakyat.com – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Jaksa juga menilai dalam dakwaannya, pesawat CRJ-1000 ternyata cepat rusak dan tak cocok dengan bandara-bandara di Indonesia.
“Bahwa untuk performance dari Pesawat Bombardier CRJ-1000 yang dioperasikan oleh PT Garuda Indonesia faktanya tidak
sesuai dengan yang diperjanjikan manufacture Bombardier,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat dikutip, Selasa (19/9).
Ditambah lagi, dalam dakwaan jaksa bahwa panjang landasan yang bisa dilalui CRJ-1000 sekitar 2,5 km. Sedangkan, dalam mengoperasikan pesawat CRJ-1000 dibutuhkan landasan dengan panjang kurang lebih 2,6 km.
“Bahwa untuk panjang landasan yang bisa dilalui oleh Pesawat CRJ-1000 ternyata panjang runwaynya adalah lebih kurang 2,5 kilometer. Jika mengacu pada keinginan Direksi PT Garuda Indonesia pada waktu pengadaan dan mengacu pada Dokumen Perencanaan bahwa tujuan dalam mengoperasikan CRJ 1000 adalah untuk menggantikan peran dari pesawat Baing 737-500,” kata jaksa.
Dengan demikian, lanjut jaksa, untuk performance jarak landasan yang harus diterbangi oleh CRJ-1000 adalah 2,3 kilometer karena selama untuk ini panjang landasan yang digunakan oleh Pesawat Boeing 737-500 adalah kurang lebih 2,3 km sampai dengan 2,4 kilometer tergantung load.
Nah, sedangkan dalam mengoperasikan pesawat CRJ-1000 dibutuhkan landasan dengan panjang kurang lebih 2,6 kilometer (dengan asumsi max load) dan kondisi ini sangat berbeda dengan kebutuhan landasan yang biasa digunakan oleh Pesawat Boeing 737 yang hanya membutuhkan panjang landasan 2,3 sampai dengan 2.4 kilometer.
Sehingga, jaksa menilai pesawat CRJ-1000 tidak cocok dioperasikan di sejumlah bandara Indonesia. Di antaranya Bandara di Bandung dan Malang yang membutuhkan elevasi tinggi saat takeoff.
“Bahwa pesawat CRJ-1000 berdasarkan fakta ternyata tidak cocok untuk dioperasikan pada beberapa bandara di Indonesia dengan karakter ada pegunungan di sekelilingnya seperti pada Bandara di Bandung dan Bandara di Malang yang membutuhkan sudut elevasi yang tinggi pada saat melakukan take off,” ujarnya.
Pesawat CRJ-1000 mampu diterbangkan dengan kondisi lingkungan bandara pegunungan jika jumlah penumpang dan cargo dikurangi. Padahal, pada beberapa bandara dengan lingkungan pegunungan dibutuhkan pesawat yang mesinnya dapat memberikan daya dorong yang kuat sehingga bisa memenuhi sudut elevasi jika terdapat gunung di sekitar bandara.
“Akan tetapi untuk CRJ-1000 kondisinya berbeda karena kekuatan mesin dalam memberikan daya dorong untuk mendapatkan sudut elevasi tidak memungkinkan sehingga Pesawat CRJ-1000 sangat tidak cocok untuk diterbangkan pada Bandara dengan kondisi lingkungan sekitar pegunungan. Bahwa CRJ-1000 bisa diterbangi pada bandara dengan kondisi lingkungannya terdapat pegunungan akan tetapi dengan syarat baik penumpang maupun cargo harus dikurangi, namun kondisi tersebut akan berpengaruh pada pendapatan atau revenue pada suatu penerbangan yang tidak maksimal dan tidak dapat memberikan keuntugan,” ujarnya.
Jaksa mengatakan CJR-1000 tidak cocok dioperasikan di daerah tropis. Jaksa mengatakan pesawat CJR-1000 sering mengalami kerusakan saat melayani rute penerbangan di Indonesia bagian Timur dan Nusa Tenggara lantaran panasnya temperatur di daerah tersebut.
“Bahwa pesawat CRJ-1000 yang dioperasikan oleh PT Garuda Indonesia paling banyak melayani rute yang ada di
Indonesia bagian Timur dan Nusa Tenggara. Berdasarkan fakta dari segi perawatan/ maintenance ternyata pesawat CRJ yang dioperasikan pada rute Indonesia bagian Timur sangat merugikan PT Garuda Indonesia karena ketika pesawat ini diterbangkan, sering mengalami kerusakan pada saat tiba di tempat tujuan atau pada saat transit dan didapati kondisi lndikator pada kokpit mengalami gangguan atau error diakibatkan karena panasnya temperature di daerah tersebut yang mempengaruhi kinerja komponen avionic,” ucapnya.
Jaksa mengatakan komponen Pesawat CRJ-1000 juga cepat rusak. Kerusakan itu mengakibatkan beberapa pesawat tak dapat diterbangkan sehinga berpengaruh pada pendapatan PT Garuda Indonesia.
“Bahwa terdapat beberapa Pesawat CRJ-1000 ketika baru dioperasikan selama 3 bulan ternyata telah mengalami beberapa kerusakan seperti kerusakan pada mesin pesawat, pampa dan generator, landing gear sehingga kondisi ini tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh Pabrik sebelumnya. Atas kondisi tersebut mengakibatkan beberapa pesawat tidak dapat diterbangkan (grounded) sehingga sangat berpengaruh pada pendapatan. Bahwa selain itu ketika pesawat mengalami kerusakan Engine yang belum waktunya maka bagian Maintenance Garuda tidak dapat melakukan perbaikan sehingga mesin pesawat harus dikirim ke manufaktur atau tempat perbaikan yang direkomendasikan,” ujarnya.
Jaksa mengatakan suku cadang Pesawat CRJ-1000 sulit didapatkan dan harus memesan lebih dulu. Kemudian, biaya perawatan CRJ-1000 juga over budget lantaran adanya komponen pesawat yang rusak sebelum waktu yang dijanjikan.
“Bahwa terdapat komponen yang rusak sebelum waktu yang dijanjikan oleh manufacture serta ketersediaan spare part kurang memadahi sehingga beberapa kali garuda harus melakukan service sendiri melalui GMF, dan seharusnya biaya services dan spare part diganti oleh manufacture namun faktanya sebagian kecil warranty claim yang dikabulkan, dan akhirnya menimbulkan penambahan biaya maintenance,” ujarnya.