Legislator PKS: Bedakan Peserta yang Enggan dan Tidak Mampu Bayar Tunggakan BPJS Kesehatan

  • Bagikan
pks
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetyani Aher. //Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetyani Aher menegaskan harus ada perlakuan berbeda antara peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang enggan membayar tunggakan, dan mereka yang tidak mampu membayar tunggakan BPJS Kesehatan.

Oleh karena, tegasnya, jangan sampai tunggakan peserta non-aktif JKN menjadi alasan masyarakat kurang mampu tidak mendapat akses kesehatan. Dalam rapat Komisi IX DPR RI, Netty menyampaikan masalah tunggakan peserta non-aktif JKN tersebut bisa datang dari masyarakat yang enggan membayar tunggakan dan yang tidak bisa membayar tunggakan

Ia mempertanyakan apakah dari pihak terkait sudah memetakan dua jenis peserta non-aktif JKN tersebut. “Jadi, artinya tunggakan ini jangan jadi hukuman yang digeneralisir. Karena, ada yang alasan willingness to pay, ada yang ability to pay. Sudah diidentifikasi belum mana kemudian yang memang (menunggak) karena (persoalan) ability to pay?” ucap Netty Prasetiyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

“Orang tidak mampu, orang miskin, orang dhuafa tidak boleh sakit kalau begitu. Belum lagi kena denda layanan”

Ia juga menyampaikan jangan sampai ada orang yang tidak mampu dibiarkan sakit dan masih harus dikenakan denda layanan. “Jadi jangan sampai kita pukul rata. Orang tidak mampu, orang miskin, orang dhuafa tidak boleh sakit kalau begitu. Belum lagi kena denda layanan,” lanjut Politisi Fraksi PKS ini.

Netty mengatakan, masalah ini memerlukan solusi konkrit dan pihak terkait perlu berkoordinasi bersama kementerian sosial terkait peserta non-aktif JKN yang tidak mampu.

Sebelumnya, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan mengatakan, cakupan kepersetaan JKN sampai dengan Februari 2024 adalah sebanyak 268,7 juta jiwa dari 279,2 juta jiwa (96,26 persen). Di samping itu masih terdapat peserta non-aktif sebanyak 54,7 juta jiwa.

Para Peserta JKN Non-aktif tidak bisa mendapat akses layanan kesehatan, karena yang disebut peserta adalah orang yang membayar atau dibayari iurannya. Dewan Pengawas juga menemukan masih ada pemberi kerja yang tidak patuh dalam melaporkan data karyawan yang seharusnya. (ndi)

  • Bagikan