Tim Hukum Ganjar Minta MK Perintahkan KPU Gelar Pemungutan Suara Ulang Pilpres 2024

  • Bagikan
Tim Hukum Ganjar Minta MK Perintahkan KPU Gelar Pemungutan Suara Ulang Pilpres 2024
//Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Tim Hukum Ganjar-Mahfud meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU agar menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 paling lambat pada 26 Juni 2024.

Mereka meminta agar pemungutan suara ulang nanti hanya mengikutsertakan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD atau tanpa Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Permintaan itu tertuang di bagian petitum berkas permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Tim Hukum Ganjar-Mahfud ke Mahkamah Konstitusi.

“Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 antara H. Anies Rasyid Baswedan, Ph.D. dan Dr. (H.C.) H. A. Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon nomor urut 1 dan H. Ganjar Pranowo, S.H., M.I.P. dan Prof. Dr. H. M. Mahfud MD selaku pasangan calon nomor urut 3 di seluruh tempat pemungutan suara di seluruh Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 26 Juni 2024.”

Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dari peserta Pilpres 2024 yang telah ditetapkan KPU.

Kemudian, kubu Ganjar-Mahfud juga meminta MK membatalkan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 seperti tertuang dalam Keputusan KPU No. 360 tahun 2024.

Akan tetapi, mereka hanya meminta hasil penghitungan suara pilpres saja yang dibatalkan.

“Sepanjang mengenai pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024,” mengutip petitum berkas permohonan Ganjar-Mahfud.

Tim Hukum Ganjar-Mahfud tidak meminta hasil penghitungan suara pileg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DPD dibatalkan meski pemungutan suara dilakukan serentak dengan pilpres.

Di bagian pokok perkara, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga menyatakan suara Prabowo-Gibran seharusnya 0 di seluruh provinsi dan luar negeri. Mereka keberatan dengan hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU.

Tim Hukum Ganjar-Mahfud mengatakan perolehan suara Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dalam perhitungan KPU merupakan hasil kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Maka dari itu, seharusnya tidak dihitung alias nol.

“Kesalahan perhitungan yang menimbulkan selisih suara di atas terjadi karena adanya: (i) pelanggaran yang bersifat TSM; dan (ii) pelanggaran prosedur pemilihan umum, yang merusak integritas Pilpres 2024 dan merupakan pelanggaran terhadap asas-asas dalam pelaksanaan pemilihan umum, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diatur dan dijamin dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945,” mengutip berkas permohonan.

Sementara itu, Tim Hukum Prabowo-Gibran menganggap berkas gugatan Ganjar-Mahfud cacat formil. Otto Hasibuan, selaku bagian dari tim hukum Prabowo-Gibran menyebut MK bisa saja tidak menerima berkas gugatan Ganjar-Mahfud.

“Secara formal kami melihat bahwa gugatan yang diajukan 01 dan 03 adalah cacat formil atau cacat prosedural karena tidak memenuhi syarat formil. Karena itu, kami melihat bahwa gugatan itu berpotensi besar tidak dapat diterima,” ucap Otto Hasibuan di Gedung MK, Jakarta, Senin malam (25/3).

Otto juga menganggap dalil kecurangan yang diajukan AMIN serta Ganjar-Mahfud ke MK salah alamat. Dia mengatakan dugaan kecurangan yang dimaksud seharusnya dilaporkan ke Bawaslu.

“Tidak di MK. Jadi, dengan demikian dengan mereka mengajukan ke MK, tapi dasarnya adalah mengenai pelanggaran-pelanggaran, maka itu adalah salah kamar,” ujarnya.

Menurut Otto, permintaan itu tidak masuk dalam kewenangan MK. Gugatan sengketa Pilpres 2024 di MK, kata dia, hanya seputar hasil penghitungan suara. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu.

“Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU,” bunyi Pasal 475 UU Pemilu. (ndi)

  • Bagikan